Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

 

KOMPLIKASI YANG BISA TERJADI SETELAH PERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA

Secara umum komplikasi yang bisa terjadi setelah perawatan fraktur mandibula adalah sebagai berikut (Peterson, 1998):

  • Terjadinya infeksi bila:
  • Tindakan debridemen yang kurang sempurna dan sterilisasi yang kurang baik
  • Pemberian obat-obatan yang kurang adekuat
  • Pasien yang kurang koopertif
  • Penyebaran infeksi dari jaringan sekitarnya
  • Non Union yaitu tidak bersambungnya ujung-ujung tulang yang fraktur karena :
  • Fragmen-fragmen tulang tidak ditahan dengan rigid
  • Fraktur dibiarkan terlalu lama
  • Alat Fiksasi terlalu cepat dibuka
  • Adanya jaringan lunak, serat oto, jaringan fibrous diantara fragmen tulang
  • Gangguan sistemik atau penyakit kronis
  • Mal union yaitu terjadinya penyembuhan tulang yang tidak dalam hubungan anatomis normal yang disebabkan karena:
  • Reposisi yang kurang baik
  • fiksasi yang kurang baik
  • Alat fiksasi yang terlau cepat dibuka
  • Delayed union yaitu keterlambatan penyembuhan karena:
  • Adanya interposisi diantara jaringan lunak diantara fragmen
  • Fiksasi yang kurang baik
  • Kurangnya reparatif vital dari tubuh karena gangguan sistemik
  • Trismus karena adanya fibrosis atau disfungsi atropi dari otot-otot pengunyahan.
  • Kerusakan syaraf yang bisa disebabkan karena trauma yang hebat pada waktu kecelakaan atau terputusnya syaraf oleh fragmen tulang.

 

 

KESIMPULAN

Fraktur mandibula merupakan salah satu fraktur fasial yang sering terjadi dan sebagian besar diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas. Perawatan fraktur mandibula terdiri dari dua macam yaitu dengan menggunakan metode tertutup atau dengan menggunakan metode terbuka Harus diperhatikan indikasi dan kontra indikasi bila akan dilakukan perawatan fraktur mandibula dengan metode terbuka. Pemberian diet yang tepat dapat menjaga kesehatan pasien.Diperlukannya studi dan penelitian lebih lanjut untuk metode reduksi terbuka dan fiksasi dari fraktur mandibula

bersambung dari :

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

 

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

POLA DIET PASIEN POST OPEN REDUCTION (Kruger, 1984)

Diet yang dilakukan merupakan diet dengan kandungan protein, kalori, dan vitamin yang  tinggi dalam bentuk cairan atau semisolid .   Kalori yang diperlukan adalah sebesar 2100 kalori.

  • Sarapan
  • Jus buah ½ mangkuk
  • Cereal ½ mangkuk ditambah dengan ½ mangkuk susu
  • Susu 1 mangkuk
  • Kopi atau teh sebanyak yang diinginkan
  • Antara sarapan dan makan siang
  • Milk shake yang mengandung tambahan protein , vitamin dan mineral
  • Makan Siang
  • Daging yang diencerkan dengan ½ mangkuk bulton
  • Sayuran yang diencerkan dengan ¼ mangkuk juz sayur
  • Kentang yang diencerkan dengan ¼ mangkuk jus buah
  • Jus Buah
  • Coklat 1 mangkuk
  • Kopi atau teh sebanyak yang diinginkan
  • Antara makan siang dan makan malam
  • Milk shake yang mengandung tambahan protein, vitamin dan mineral
  • Makan malam
  • Sama dengan makan siang ditambah ½ mangkuk cream sop
  • Sebelum tidur
  • Milk shake yang mengandung tambahan protein, vitamin dan mineral

 

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

PERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA

SECARA REDUKSI TERBUKA 

Bagian Lima

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

 Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (B), Jakarta

fraktur-mandibula-8-jpg

Hal yang harus diperhatikan pada penempatan penempatan lubang adalah :

  1. Jarak garis fraktur pada outer cortex
  2. Jarak ke batas bawah
  3. Jarak garis fraktur pada inner cortex
  4. Kedekatan lubang dengan kanalis mandibularis, foramen mentalis dan akar gigi
  5. Ukuran dari lubang
  6. Orientasi dari bidang fraktur ke panjang tulang

Teknik pemasukkan kawat pada fraktur (Gambar 8 dan 9)

fraktur-mandibula-9-jpg

 

  1. Kawat langsung dimasukkan ke dalam lubang yang telah dibor
  2. Kawat dimasukkan melewati hipodermic needle
  3. Dengan membuat kawat seperti hairpin loop

 

fraktur-mandibula-10-jpg

Gambar 9. Pelindungan jaringan pada pembuatan lubang (Peterson, 1998)

 

  • Fiksasi dengan Bone Plate dan Screw

Metode ini menggunakan bone plate dan bone screw untuk menyatukan fragmen fraktur, maka fragmen fraktur akan lebih stabil dan kaku selama penyembuhan.  Walaupun menggunakan menggunakan fiksasi yang kaku diperlukan adanya penyesuaian oklusi terlebih dahulu sebelum dilakukan fiksasi.

Plate dipasang melintang melewati garis fraktur.  Jenis plate yang digunakan bermacam-macam ada yang yang lurus dengan beberapa lubang untuk dimasukkan screw (Gambar 11), ada juga yang membulat sehingga dapat dipasang pada margo inferior mandibula  (Luhr Mandibular Plate) (Gambar 10) (Fonseca, 1999).

fraktur-mandibula-11-jpg

fraktur-mandibula-12-jpg

 

 

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

PERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA

SECARA REDUKSI TERBUKA 

Bagian Empat

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

 Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (B), Jakarta

  1. Akses Intra Oral (Fonseca, 1999)
  • Simpisis dan Parasimpisis

Perawatan fraktur anterior mandibula dapat melalui incisi intraoral.  Pertama dilakukan anestesi dengan lokal anestesi dan vasokonstriktor. Bibir ditarik dan dibuat insisi curvilinear tegak lurus permukaan mukosa. Musculus mentalis terlihat dan harus diinsisi tegak lurus dengan tulang meninggalkan flap dari perlekatan otot ke tulang untuk penutupan (Gambar 6).

fraktur-mandibula-7-jpg

 

Pemotongan diteruskan ke arah subperiosteal untuk mengidentifikasikan mental neurovascular borde dibawah premolar kedua maka daerah fraktur terlihat.  Setelah selesai perawatan fraktur muskulus mentalis dijahit dengan jahitan terputus.  Mukosa lalu ditutup, dan penggunaan adhesif bandage pada dagu untuk  mendukung musculus mentalis.

 

  • Body, Sudut dan Ramus

Setelah dilakukan anestesi, dagu ditarik ka arah lateral.  Mukosa diinsisi dengan pisau tegak lurus terhadap tulang untuk menjauhi nervus mentalis.  Insisi dibuat kurang lebih 5 mm dari mukogingival junction untuk mendapatkan stabilitas jaringan ketika penutupan.  Bagian proksimal dari insisi harus disepanjang external oblique ridge, setinggi oklusal plane mandibula.

 

  • Internal fiksasi

Untuk Pasien fraktur yang hanya mengalami fraktur yang sederhana serta masih terdapat gigi dan oklusi yang baik, tehnik close reduction dengan fiksasi maxillamandibular sudah cukup untuk treatment frakturnya. Untuk fraktur multipel dan fraktur dengan pergerakan yang berat maka diperlukan penggunaan internal fiksasi yang dikombinasikan dengan fiksasi maksilomandibular.

 

  • Transosseus wiring fixation (Peterson, 1998)

Metode tradisional untuk stabilisasi tulang setelah dilakukan open reduction dengan menggunakan kawat untuk mengikat dan mengimobilisasi tulang (Gambar 7). Bahan yang diperlukan adalah:

  • periosteotome
  • bone rongeur
  • mallet, chisel, cutting wire
  • bone forceps, pistol drill, key dan drill point
  • stainless stell wire, 24 dan 30

Pembuatan lubang menggunakan bor berkecepatan rendah pada awalnya lalu kecepatan makin meningkat, sambil diberikan larutan normal salin.  Setelah itu baru kawat bisa diinsersikan.

Teknik pemasukkan kawat pada fraktur (Gambar 8 dan 9),Teknik Fiksasi Bone Plat dan Screw

 

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

PERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA

SECARA REDUKSI TERBUKA 

Bagian Tiga

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (B), Jakarta

PERAWATAN DENGAN REDUKSI TERBUKA

Ada banyak metode perawatan fraktur mandibula dengan reduksi terbuka diantaranya (Keith, 1992: Peterson, 1998):

  1. Pendekatan Bedah

Sebelum melakukan operasi pada fraktur mandibula, operator harus memperhatikan sudut mulut pada lapangan operasi untuk memonitor aktifitas nervous  facialis dan untuk meyakinkan anestesiologist tidak membuat pasien paralisis dalam waktu yang lama.

Faktor yang harus diperhatikan adalah isolasi fraktur, garis wajah dan posisi nervous. Pendekatan bedah sendiri antara lain (Gambar 3) (Fonseca, 1999) :

  • Pendekatan submandibular
  • Pendekatan retromandibular
  • Pendekatan preauricular

fraktur-mandibula-4-jpg

 

  • Pendekatan Submandibular

Pendekatan ini dikenalkan tahun 1934 oleh  Risdon. Panjang incisi 4 cm sampai 5 cm, 2 cm dibawah angulus mandibularis. Incisi kulit harus diletakkan pada lipatan kulit untuk menghindari jaringan parut dan dibuat pada sudut yang tepat. Lemak subkutan dan superficial fascia dipisahkan untuk mencapai muskulus platymus. Lalu muskulus platymus dipotong untuk mencapai lapisan superficialis pada bagian dalam fascia cervicalis, cabang  mandibula marginal dan nervus facialis terletak pada lapisan ini, sehingga sangat penting untuk diketahui.

Baik anterior atau posterior arteri facialis, seluruh cabangnya berinervasi pada depressor bibir bawah, bagian belakang batas inferior dari mandibula. Pemisahan ke tulang melewati  fascia cervicalis yang dalam dengan menggunakan nerve stimulator. Pemotongan dilanjutkan antara fascia sampai kebatas inferior mandibula. Kelenjar submandibular dan capsulnya, akan menjadi bukti dan kutub paling bawah dari parotis dapat ditemukan. Pemotongan dilanjutkan pada muskulus masseter dan bagian atas nervus diretraksi. Setelah otot dilewati lalu dipisahkan pada batas inferior untuk melihat tulang. Otot, periosteum dan jaringan lunak dipisahkan untuk jalan melihat body, ramus, dan sisi fraktur. Jika pembuluh darah facialis tidak dapat ditarik sempurna dapat dipisahkan dan diikat.

Submandibular nodus lympaticus dapat diidentifikasi berdekatan dengan pembuluh darah facial. Pembukaan dapat dikurangi dan penutupan dapat diperbaiki dengan penarikan pterygoid medialis dan ligament stylomandibular dari batas interior dan posterior. Pembukaan lebih jauh dapat dicapai dengan menarik sudut dan batas inferior dengan kawat atau forcep tulang. Kelenjar submandibularis dan kapsulnya biasanya berlokasi dibagian batas inferior dari mandibula. Kelenjar parotis biasanya di posterior ramus tetapi bisa terletak mengelilingi sudut inferior. Kapsul  keduanya harus dipisahkan selama pemisahan. Kerusakan kelenjar dapat menyebabkan  Sin loceles atau fistula salivarius.

 

  • Pendekatan Retromandibular

Hinds dan Birroti pertama kali menerangkan pendekatan lekatan retromandibular pada tahun 1967. Pada dasarnya pendekatan ini merupakan variasi dari pendekatan submandibular kecuali incisinya kurang lebih 3 cm, diatas incisi submandibular (Gambar 4) (Fonseca, 1999).

Incisinya juga digambarkan mengikuti sudut mandibula. Incisinya dibuat untuk memasuki parotis, masseter dan fascia cervicalis bagian dalam. Pemisahan lalu meluas ke anterior, melalui fascia cervicalis yang lebih dalam dengan menggunakan stimulus otot. Insisi ketulang melewati muskulus masseter biasanya diantara margin mandibular dan cabang buccal  dari nervus facialis. Otot dan perios diinsisi melewati sudut termasuk batas inferior. Jaringan lunak dan nervus kemudian ditarik ke superior. Incisi ini memperlihatkan akses superior dari ramus dan regio subkondilus mandibula.

 

fraktur-mandibula-5-jpg

 

  • Pendekatan Preauricular

Insisi ini digunakan untuk melihat daerah TMJ dan dengan mudah diperluas melewati daerah temporal.  Pada insisi ini ditemukan pembuluh darah temporalis superfisialis, yang dapat dihindari dengan menginsisi sepanjang cartilago preauricular.  Insisi dibuat kira-kira sepanjang 2,5 – 3.5 cm pada daerah lipatan preauricular.  Lipatan preauricular didapat dengan menekan telinga dan tragus ke depan.  Insisi dibuat 45 ° pada zygoma dari arah superior telinga ke arah inferior perlekatan antara dagu dan telinga (Gambar 5)(Fonseca, 1999). 

 

fraktur-mandibula-6-jpg

 

 

  1. Akses Intra Oral (Fonseca, 1999)
  • Simpisis dan Parasimpisis

 

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

PERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA

SECARA REDUKSI TERBUKA 

Bagian Dua

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (B), Jakarta

INDIKASI REDUKSI TERBUKA (Fonseca 1999)

  • Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut mandibula

Fraktur ini diindikasikan untuk reduksi terbuka bila fragmen proksimal berubah tempat ke arah posterior atau median dan reduksi tidak dapat dipertahankan tanpa intraosseus wiring, skrew dan plat.

  • Fraktur yang tidak menguntungkan pada bodi mandibula atau daerah para simpisis mandibula

Otot mylohyoid, digastrikus, geniohyoid dan genioglosus dapat menyebabkan perpindahan fragmen lebih jauh.  Ketika dilakukan perawatan reduksi terbuka, fraktur parasimpisis cenderung membuka pada border inferior, dengan aspek dari segmen mandibula berputar ke arah median pada titik fiksasi.  Dengan rotasi medial dari body mandibula, cusp lingual seluruh premolar dan molar bergerak keluar dari kontak oklusal.  Kalau konstriksi ini tidak diperbaiki, akan terjadi inefisiensi pengunyahan dan perubahan periodontal yang buruk (Gambar 2).

 

fraktur-mandibula-3-jpg

 

  • Fraktur multipel pada tulang wajah

Pada kasus ini perawatan reduksi terbuka dari segmen mandibula membuktikan perbaikan yang stabil

  • Fraktur setengah wajah dan fraktur kondilus bilateral

Pada fraktur ini  salah satu kondilus yang fraktur harus dirawat dengan reduksi terbuka untuk mempertahankan dimensi vertikal wajah. Kalau prosedur ini tidak menyelesaikan masalah tipe wiring apapun, seperti dari sutura frontozygomatikus ke daerah mandibula, cenderung gagal dan memaksa fraktur setengah wajah berhimpitan dengan kondilus yang menyebabkan profil wajah menjadi lebih pendek.

  • Fraktur edentolous mandibula dengan perpindahan yang hebat fragmen fraktur

Pada fraktur ini reduksi terbuka dianggap bisa membuat kembali kontinuitas mandibula.  Tehnik ini berguna terutama pada mandibula yang nonatropic pada saat tidak ada gigi tiruan, sehingga oklusinya tidak menjadi pertimbangan langsung.  Pada situasi ini memberikan plat pada mandibula tanpa intermaxilary fixation merupakan kemungkinan yang kuat.  Ketika mandibulamenjadi atropik secara ekstrim, harus dipertimbangkan status dari suplai darah ke tulang dan efek dari prosedur reduksi terbuka pada kompromi vaskularisasi.  Pencangkokkan tulang harus dipeertimbangkan pada fraktur mandibula yang mengalami atropic secara ekstrim.

  • Edontolous maksila dengan Fraktur mandibula

Adanya fraktur mandibula dengan  edentolous maxila merupakan kesulitan untuk dilakukan intermaxilary fixation, maka harus dilakukan metode open reduction. Metode ini dengan fiksasi rigid dengan fraktur mandibula akan menggantikan kebutuhan intermaxilary fiksation. Jika diperlukan close reduction maka perlu adanya prostetik pada maxilla, dan dapat distabilkan dengan palatal screw atau circum zygomatic wires.

  • Perawatan yang tertunda dan Interposisi jaringan lunak antara fragmen fraktur yang tidak kontak

Ketika perawatan tertunda dan jaringan lunak ada diantara fragmen fraktur maka diperlukan metode open reduction. Alasan ditundanya perawatan karena adanya luka kepala atau adanya masalah medis yang serius, sehingga terjadi jaringan penghubung antara fragmen fraktur yang menghambat osteogenesis.  

  • Malunion

Ketika hasil perawatan fraktur mandibula yang buruk, berbagai tipe osteotomi diperlukan untuk memperbaiki kekurangannya.

  • Kondisi sistemik tertentu yang merupakan kontraindikasi intermaxillary fixation

Pada situasi dimana  mandibula harus tetap bergerak, contohnya pada pasien yang mengalami kesulitan mengontrol akibat serangan yang tiba-tiba atau epilepsi, masalah psikiatrik dan neurologik, fungsi paru yang harus dikompromikan, dan kelainan gastrointestinal.

  • Osteotomy/ Orthognathi Surgery
  • Bone Graft

 

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis yang sangat membantu untuk mendiagnosa fraktur mandibula adalah (Peterson, 1998):

  • Panoramik
  • Lateral oblique foto
  • Posteroanterior foto
  • Oklusal
  • Periapikal
  • Reverse Towne
  • TMJ
  • CT scan
  • Transkranial / Transpharingeal foto
  • MRI

 

 

 

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

 

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Satu

PERAWATAN FRAKTUR MANDIBULA

SECARA REDUKSI TERBUKA 

Bagian Satu

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (B), Jakarta

PENDAHULUAN

Fraktur mandibula pertama kali dikenal pada awal 1650 SM ketika bangsa mesir memaparkan pemeriksaan, diagnosa dan perawatannya  pada kertas papirus. Evolusi dari perawatan fraktur mandibula sangat lambat sampai abad 19. Biasanya hanya menggunakan eksternal bandage. Selama tahun 1800 sampai awal tahun 1900 beberapa metoda digunakan untuk immobilisasi fraktur mandibula. Beratus-ratus teknik diperkenalkan pada literatur ditahun 1800-an, sebagian besar variasi dari penggunaan bandage dan eksternal appliances, ekstra oral dan intraoral appliances, monomaxilary wiring meliputi bars, monomaxilary splint, intremaxilary  wiring dan splint, dan fiksasi internal meliputi kawat, plat dan screw (Kruger, 1984).

 

ETIOLOGI

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur mandibula.  Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan etiologi utama penyebab fraktur mandibula di dunia.  Literatur menyebutkan bahwa 43% dari fraktur mandibula disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, 34% disebabkan oleh kekerasan, 7% kecelakaan kerja, 7% akibat jatuh, 4% pada kecelakaan olahraga dan sisanya oleh bermacam-macam sebab lainnya (Keith, 1992).

 

LOKASI FRAKTUR MANDIBULA

Lokasi fraktur mandibula terbanyak pada body mandibula(29%), kondilus (26%), simfisis (17%), ramus (4%) dan processus coronoideus (1%).  Fraktur yang terjadi pada body, kondilus dan angulus mandibula tidak banyak berbeda dalam insidensinya, dan fraktur ramus serta processus koronoideus sangat jarang (Gambar 1)(Fonseca, 1999).

Beberapa penelitian memperlihatkan etiologi pada lokasi fraktur.  Fridrich dkk memperlihatkan bahwa fraktur akibat kecelakaan kendaraan bermotor biasanya pada regio kondilus.  Pada kecelakaan pengendara kendaraan roda dua yang terkena adalah daerah simpisis.  Pada fraktur yang diakibatkan karena kekerasan biasanya di daerah sudut mandibula (Fonseca, 1999).

fraktur-mandibula-jpg

 

Bersambung ke

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Dua

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Tiga

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Empat

Perawatan Fraktur Mandibula Secara Reduksi Terbuka Bagian Lima

Pola Diet Pasien Post Open Reduction Fraktur Mandibula

Komplikasi Setelah Perawatan Fraktur Mandibula

Descending Necrotizing Mediastinitis Bagian Tiga

Bagian 3

DESCENDING NECROTIZING MEDIASTINITIS

 

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (Beragama), Jakarta

Etiologi

Infeksi odontogenik sebagai penyebab descending necrotizing mediastinitis yang dilaporkan mencapai 60%-70% kasus (Karnath, 2003), 40%-60% (tabel 1) (Cirino, 2006).

descending-tabel

 

Faktor resiko terjadinya descending necrotizing mediastinitis : (Cirino, 2006)

  • Diabetes mellitus
  • Alkoholisme
  • Neoplasma
  • Radionekrosis
  • Usia > 70 tahun
  • Oral hygiene buruk
  • Malnutrisi

 

Mikrobiologi

Menurut Carey (2002), bakteri penyebab mediastinitis adalah fakultatif yaitu spesies Streptacoccus dan aerob seperti spesies Bacteroides. Organisme lainnya adalah Pseudomonas aeruginosa, spesies Fusobacterium, Peptostreptococcus dan Staphylococcus yaitu aureus dan epidermidis sebanyak 70-80% kasus (Dacey, 2003). Juga dilaporkan disebabkan oleh bakteri Eikenella corrodens, spesies Prevotella, Haemophilus, dan Salmonella  (Brandler, 2008).

Suatu penelitian retrospektif melaporkan, dari 17 penderita mediastinitis, 41% terdiri dari flora aerob-anaerob, 41% flora anaerob, dan 18% flora aerob yang kulturnya diambil dari abses. Kebanyakan organism aerob ditemukan pada infeksi post operasi, sedangkan kebanyakan organism anaerob ditemukan pada perforasi esophagus, infeksi odontogenik serta infeksi daerah kepala dan leher. Organisme yang paling umum ditemukan pada mediastinitis adalah Hemolytic Streptococci dan Bacteroides (Karnath, 2003).

Patofisiologi Mediastinitis

Infeksi gigi dapat menyebar ke jaringan lunak rongga mulut atau kutaneus dan dapat pula menyebar hingga ke ruang leher bagian dalam (Topazian, 2002) (table 2). Ruang-ruang daerah leher yang memungkinkan penyebaran infeksi ke mediastinum dimulai dari spasium parafaringeal, masuk ke spasium retrofaringeal, spasium prevertebral, danger space, dan masuk ke mediastinum (Peterson, 2003).

Resiko yang paling membahayakan dari infeksi retrofaringeal adalah penyebaran infeksi ke spasium prevertebral. Hal ini mudah terjadi karena spasium prevertebral dan spasium retrofaringeal hanya dipisahkan oleh lapisan tipis fasia prevertebral, sehingga lapisan ini mudah perforasi (Peterson, 2003).

Seperti telah dijelaskan pada anatomi sebelumnya, fasia leher dibagi menjadi 3 lapisan, yang pada akhirnya membagi leher menjadi 3 jalur utama infeksi orofaringeal dapat mencapai mediastinum, yaitu lapisan pretrakea/ superfisial, viseral dan prevertebra. Berdasarkan lapisan-lapisan tersebut, ada 3 jalur utama untuk penyebaran infeksi orofaringeal menjadi mediastinum (Gambar 3), yaitu :

  1. Jalur Pretrakea : berawal dari anterior trakea, berakhir di mediastinum anterior (carina)
  2. Jalur Laterofaringeal (spasia perivaskular) : berawal dari basis kranii, meluas sampai lengkung aorta, berakhir di mediastinum media.
  3. Jalur Retrofaringeal (spasia prevertebra/ retroviseral) : berlokasi di antara esophagus dan tulang belakang, mulai dari C6 sampai T1. Jalur ini dapat mencapai danger space sehingga prognosisnya paling buruk.

descending-gambar-rongga-tulang-2

Gambar 3 : Spasia-spasia leher dan arah penyebaran infeksi ke mediastinum dilihat dari lateral
(Karnath,2003 ; Peterson, 2003)

Sekitar 70% kasus descending necrotizing mediastinitis melalui jalur retrofaringeal, dan 8% melalui jalur pretrakea. Sisanya melalui jalur perivaskular, dan pada jalur ini seringkali diikuti dengan perdarahan arterial (Cirino, 2006).

Infeksi odontogenik yang paling sering menyebabkan mediastinitis adalah flegmon yang infeksinya bisa menyebar ke spasium-spasium di leher. Flegmon adalah infeksi yang mengenai spasia submandibula, sublingual, dan submentale. Gigi yang paling sering sebagai sumber infeksi pada spasia submandibula adalah gigi molar bawah. Dari spasia ini penyebaran infeksi bisa menuju ruang submandibular kontralateral, ke ruang pterigomandibular, parafaringeal dan ruang fasial pada leher. Infeksi dari gigi premolar dan anterior bawah dapat menyerang spasia sublingual. Infeksi spasia sublingual bisa meluas dengan mudah ke dalam spasia submandibular dan parafaringeal. Spasia submental sering terkena perluasan infeksi dari gigi insisivus bawah (Pederson, 1996) (gambar 4).

Secara ringkas, abses faringeal dapat menuju spasia retrofaringeal hingga mencapai mediastinum posterior, sedangkan abses submental dan submandibula dapat mencapai mediastinum anterior (Cirino, 2006).

 

Tabel 2. Spasia fasialis yang berhubungan dengan infeksi odontogenik (Peterson, 2003)

descending-gambar-rongga-tulang-3

Gambar 4.A. Spasia-spasia ramus mandibula dibatasi oleh m.masseter, m.pterygoid medialis, fasia temporalis dan tulang tengkorak. 6.B. Kemungkinan-kemungkinan arah penyebaran infeksi yang berasal dari gigi posterior mandibula dan maksila (Peterson, 2003)

Bersambung ke…

Descending Necrotizing Mediastinitis Bagian Empat

Descending Necrotizing Mediastinitis Bagian Dua

Sambungan dari Bagian Satu

 

BAGIAN 2

 

DESCENDING NECROTIZING MEDIASTINITIS

 

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (Beragama), Jakarta

 

Anatomi

Mediastinum merupakan daerah yang terletak di antara pleura meliputi paru kiri dan kanan yang dibatasi sebelah kranial oleh toraks dan di sebelah kaudal oleh diafragma (gambar 1). Di dalam mediastinum terdapat struktur vital seperti kardiovaskuler, neural, saluran cerna dan pembuluh limfe. Mediastinum dibatasi oleh tulang torakalis di sebelah superior, diafragma sebelah inferior, di sebelah anterior dibatasi oleh sternum, sebelah posterior dibatasi oleh column vertebralis (gambar 1). Rongga mediastinum dibagi menjadi empat bagian, yaitu mediastinum superior, mediastinum anterior, mediastinum medium, dan mediastinum posterior (gambar 2) (Sjamsuhidajat&Jong, 1997).

Mediastinum bagian anterior berisi pembuluh aorta, pembuluh vena, pembuluh limfe, dan kelenjar timus. Mediastinum bagian medium berisi bronkus, hati dan pericardium, paru-paru, nodus limfatikus, trakea. Sedangkan mediastinum bagian posterior berisi aorta desendens, esophagus, nodus limfatikus, duktus toracikus, nervus vagus, dan nervus simpatikus (Sjamsuhidajat&Jong, 1997).

descending-bedah-mulut-jpg

descending-gambar-rongga-tulang

Bersambung ke…

Descending Necrotizing Mediastinitis Bagian Tiga

Descending Necrotizing Mediastinitis

BAGIAN 1

 

DESCENDING NECROTIZING MEDIASTINITIS

 

Ika Ratna Maulani, drg, SpBM

Laboratorium Bedah Mulut FKG Univ.Prof.Dr.Moestopo (Beragama), Jakarta

 

Abstrak

Mediastinitis adalah suatu infeksi yang mengenai mediastinum, kondisi ini membahayakan kehidupan oleh karena dapat menyebabkan kematian jika terlambat diketahui atau tidak diberi terapi yang benar. Mediastinitis dapat terjadi akibat infeksi maupun non-infeksi, dan bergantung pada etiologinya, dapat bersifat akut maupun kronis. Descending necrotizing mediastinitis merupakan kasus yang jarang terjadi namun merupakan suatu proses infeksi yang progresif dan cepat perkembangannya. Infeksi daerah kepala dan leher yang dapat menyebabkan descencing necrotizing mediastinitis diantaranya abses retrofaringeal, Ludwig’s angina, dan infeksi odontogenik. Kematian terjadi bila infeksi telah mencapai daerah yang luas. Infeksi gigi yang berbahaya adalah Ludwig’s angina dimana infeksi ini dapat meyebar hingga ke posterior sampai ke ruang sekunder di leher. Perluasan infeksi dari rongga leher bagian dalam masuk ke mediastinum ditandai dengan gejala sakit pada dada, dispnea berat, demam yang terus-menerus dan dari pemeriksaan radiografi terdapat pelebaran mediastinal. Diagnosa harus segera ditegakkan dari awal proses infeksi dikarenakan tingkat mortalitas yang tinggi. Terapi yang optimal meliputi drainase yang cukup pada leher dan mediastinum disertai pemberian antibiotik berspektrum luas.

 

PENDAHULUAN

Descending necrotizing mediastinitis merupakan kasus yang jarang terjadi namun merupakan suatu proses infeksi yang progresif dan cepat perkembangannya. Tingkat mortalitas sebesar 30%-50%, bahkan pada era antibiotik saat ini (Karnath, 2003). Infeksi daerah kepala dan leher yang dapat menyebabkan descencing necrotizing mediastinitis diantaranya abses retrofaringeal, Ludwig’s angina, dan infeksi odontogenik (Cirino, 2006). Menurut Peterson (2003), infeksi odontogen bisa menimbulkan manifestasi ringan dan berat, bila infeksinya ringan dapat dirawat dengan mudah yaitu dengan pemberian antibiotik dan perawatan bedah lokal tetapi beberapa infeksi odontogen yang berat diperlukan perawatan agresif, bahkan setelah pemberian antibiotik dan terdapat kemajuan perawatan, infeksi odontogen yang serius masih dapat mengancam kehidupan pasien. Kematian terjadi bila infeksi telah mencapai daerah yang luas. Infeksi gigi yang berbahaya adalah Ludwig’s angina dimana infeksi ini dapat meyebar hingga ke posterior sampai ke ruang sekunder di leher. Infeksi dari gigi molar bawah, premolar bawah, dan anterior bawah dapat menyebar ke spasium submandibula, spasium sublingual, dan spasium submental, turun ke leher dan akhirnya menyebar ke mediastinum (Pederson, 1996). Perluasan infeksi dari rongga leher bagian dalam masuk ke mediastinum ditandai dengan gejala sakit pada dada, dispnea berat, demam yang terus-menerus dan dari pemeriksaan radiografi terdapat pelebaran mediastinal (Topazian, 2002).

 

Bersambung ke

Descending Necrotizing Mediastinitis Bagian Dua